Sabtu, 03 Januari 2015

Sejenak Terlupakan (Bagian 1)




Mengawali awal tahun dengan segenggam cerita. Dimulai saat Subuh pertama di tahun 2015. Orang berbondong-bondong datang ke stasiun Cikampek hanya untuk antre tiket kereta bertiket 3000 rupiah. Hanya untuk bisa sampai ke Jakarta. Murah, tapi tak semurah pengorbanan perjalanannya.


Dengan menunggangi si Popo, kuda besi yang mulai terus melaju kencang membelah jalan Pasirbungur-Sukamandi-Cikampek, dalam hati ketar-ketir tak keruan. Gimana tidak? Perut keroncongan belum sarapan, buru-buru mancal gas cuma untuk liburan (yang katanya) bisa ngilangin penat akhir tahun kemarin.

Sampai di stasiun, cek handphone dan ngabari Tasya. Rencananya emang pengin bareng segerbong. Tepat! Dia udah naik kereta, sementara aku belum pegang tiket. Tapi tetep, aku masih antre di barisan calon penumpang KRD di pemberangkatan pukul 05.45 WIB. Di chat BBM, dia bareng keempat temennya bilang kalo tiket mereka cuma sampai di Stasiun Lemah Abang. Padahal kita kudu turun di stasiun terakhir, Stasiun Jakarta Kota.

Panik dengan segala cara, antrean semakin dekat dengan loket, dan pengumuman kalau pengantre cuma dapet maksimal beli 4 tiket, dengan berani coba buat tanya pengantre depan dia beli berapa tiket. Si Mbak-nya cuma beli 2 tiket. Jadinya aku nebeng 1 tiket di Mbak-nya. Finally, 5 tiket udah di tangan.

Dengan lega, aku masuk dan cari ruang tunggu dan duduk. Namun nggak tahu kenapa, pikiran masih nggak tenang. Jam udah di pukul 05.30 WIB. Lima tiket ditangan seakan berteriak. Kenapa cuma beli lima? Kan rombongan ada enam orang. 

Mampus! Kenapa tadi cuma mikir orang yang ada di BBM Tasya yang dengan jelas muncul angka 5. Padahal sendirinya belum dihitung. Jelas-jelas harusnya beli 6 tiket. Duh. Mau balik ke loket, tiba-tiba toa stasiun ngeluarin info kalau tiket KRD tujuan Jakarta Kota habis, tersisa cuma sampai Stasiun Tambun, Bekasi. Okefix!

Kesalnya, waktu cepet banget ngedatengin kereta dari Purwakarta ke Cikampek. Yang tiba-tiba muncul ngegantiin kalutnya tiket yang cuma dapet lima, sekarang disibukkin dengan ngitung gerbong. Aku harus naik gerbong 3, di mana Tasya and friends duduk. Dari mulai kepala kereta yang melintas tepat di mukaku, buru-buru ngitungin satu-dua-tiga. Belum selesai di pintu akhir gerbong dua, aku lari buat cepet nyampe di pintu awal gerbong tiga.

Yak! Kakiku berhasil mancal tangga naik gerbong. Melewati lorong gerbong, tiba-tiba ada yang melambaikan tangan. Bukan Tasya, tapi perempuan berkerudung kuning memanggil namaku. "HaaaWeee!" teriaknya. Persis seperti peserta uji nyali di acara TV. Dia terus melambaikan tangan. Aku menghampirinya. Mungkin dia rombongan temannya Tasya. Dan benar saja. Dia Puput, teman Tasya. Ada Riska, Fahri, dan juga Asep.

Mendadak suasana tempat duduk menjadi tegang. Puput nanyain tiket. Terpaksa lima tiket aku keluarin. Masih dalam kepanikan, kita berspekulasi, antisipasi, dan beberapa pilihan dicoba ketika terjadi pemeriksaan tiket. Padahal di sekitar kita sibuk tertawa sinis melihat ributnya kita di gerbong tiga.

Dalam hati, mencoba tenang dengan segala susah payah tak mencampur-adukkan dengan kekhawatiran tahun lalu. Ya, aku kembali fokus ke tujuan utama liburan; memenangkan diri.

Dan mulai terlarut dalam suka cita mereka saat melewati titik puncak permasalahan tiket. Tertawa dengan segala banyolan dan kekonyolan kita. Tenang dengan senyum bahagia. Sebenarnya sih ikut juga dalam rasa was-was. Cemas.

Thanks, guys. Kalian sejenak melupakan carut-marut ketidaktenangan hati ini. Walau di Kota Tua, masih mencoba senyum paksa.

Di Jembatan Merah pun, masih belum tenang. Inilah aku.

Tapi, candaan kalian mampu membuatku mengeluarkan kenarsisanku. Dengan tongsis dan jambul yang rusak oleh angin Ancol. Tak ingin melewatkan moment berharga mengawali awal tahun 2015.










Juga buat maksi maksimalnya. Makan bareng temen-temen baru.


Tapi alam mulai cemberut. Membuat hati kembali kalut. Kalut takut tak bisa pulang, kalut tak bisa move on, dan apa pun tentang hati yang lagi cari jalan keluar. Sama seperti kendaraan ini. Ingin segera melaju kencang dan selamat sampai tujuan. Selamat dari segala kejenuhan di jalan.


Dan mestakung. Semesta mendudung! Stasiun Jakarta Kota menambah sesaknya hati yang lagi sensi. Antre tiket yang nggak seberapa, berjam-jam ingin pulang tapi harus menambah deretan perjuangan. Tiga jam, dua kereta pemberangkatan menuju Cikampek cuma dadah-dadah pergi saja. Sementara aku masih berdiri di barisan para mantan calon penumpang KRD.


Benar saja. Padahal loket sudah di depan mata. Pemberangkatan KRD pukul 17.55 sudah ludes terjual. Padahal waktu masih berputar di jam setengah empat sore. Aku menunggu lagi di kesempatan terakhir dengan tertidur pulas menunggu loket dibuka pukul 18.45. Tak ada cara lagi. Keluar dari barisan antrean tak mungkin. Dan tak ingin bermalam di Jakarta. Apalagi pikiranku disibukkan dengan 'besok kerja lagi-kerja lagi'.


Tapi Tuhan memberiku beberapa menit untuk tidak menunggu loket dibuka sesuai pengumuman. Lumayan, menghemat waktuku sekadar untuk ngaso-selonjor, duduk cakep, dan sedakep. 2500 rupiah, guys!


Akhirnya malam 1 Januari 2015 bertemu dengan tukang nasi goreng.


2 komentar:

  1. Busetttt, usaha nya 2 kali lipat sama pulang, haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nyampe rumah jam setengah 1, Bro. Tapi puas deh! Setidaknya bisa "terlupakan sejenak". Hahaha...

      Hapus

Your IP Address

Comment with Facebook

Pengunjung Negera

free counters